Kamis, 31 Maret 2016

Apa Perlu Belajar Akuntansi Internasional



Akuntansi Internasional

Akuntansi internasional adalah akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Perkembangan akuntansi internasional sekarang ini semakin pesat dan perhatian profesi akuntan pun terhadap masalah ini semakin besar. Ada tiga kemungkinan pengertian orang terhadap akuntansi internasional ini.
Pertama, konsep parent-foreign subsidiary accounting atau accounting for foreign subsidiary. Konsep ini yang paling tua. Di sini dianggap bahwa akuntansi internasional hanya menyangkut proses penyusunan laporan konsolidasi dari perusahaan induk dengan perusahaan cabang yang berada diberbagai Negara
Kedua, konsep comperative atau international accounting yang menekankan pada upaya mempelajari dan mencoba memahami perbedaan akuntansi di berbagai Negara. Di sini menyangkut mengakuan terhadap perbedaan akuntansi dan praktik pelaporan, pemgakuan terhadap prinsip dan praktik akuntansi di masing-masing Negara, dan kemapuan untuk mengetahui dampak perbedaan itu dalam pelaporan keuangan. Umumnya pengertian international accounting adalah menggunakan konsep comparative accounting ini.
Ketiga, universal atau world accounting yang berarti merupakan kerangka atau konsep di mana kita memiliki satu konsep akuntansi dunia termasuk didalamya teori dan prinsip akuntansi yang berlaku disemua Negara. Ini merupakan tujuan akhir dari international accounting.
Weirich et.al (Belkaoui, 1985) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai berikut.
Mencakup semua perbedaan prinsip, metode dam standar akuntasi semua Negara. Termasuk didalamnya prinsip akuntasi ( GAAP) yang yang ditetapkan di tiap Negara, sehingga akuntan harus menguasai semua prinsip di semua Negara jika mempelajari akuntansi internasional. Tidak ada maksud untuk memiliki prinsip yang berlaku umum sedunia. Perbedaan ini diakui karena adanya perbedaan geografi , sosial, ekonomi, politik, dan hukum.
Menurut Belkaoui (1985) beberapa determinan yang mengakibatkan perbedaan tujuan, standar, kebijakan, dan teknik akuntansi adalah :
1. Relativisme budaya
2. Relativisme bahasa
3. Relativisme politik dan sipil
4. Relativisme ekonomi dan penduduk
5. Relativisme hukum dan pajak
Lima determinan inilah yang akan menentukan sistem palaporan dan pengungkapan di masing-masing Negara sehingga menimbulkan beberapa perbedaan antara satu Negara dengan Negara lain. Dengan demikian, diperlukan akuntansi internasinal. Belkaoui (1976) mengemukakan adanya relativisme agama dalam akuntansi khususnya agama islam yang memiliki sistem ekonomi dan keuangan tersendiri yang berdampak juga pada laporan keuangannya. Antara bank konvensional dan bank islam, ada beberapa perbedaan prinsipil seperti masalah pengenaan bunga, investasi yang sesuai dengan syariah, produk dana pihak ketiga, pembiayaan yang boleh dilakukan zakat dan sebagianya. Perbedaan ini menimbulkan perbedaan beberapa sistem atau format laporan akuntansi antara akuntansi konvesional dan akuntasi islam.
Untuk mengatasi permasalahan ini Mueller (1976) mengemukakan tiga usul, yaitu sebagai berikut :
1. Setiap perusahaan menyusun laporan keuangan primer dan sekunder
2. Single-Domicile reporting, artinya laporan keuangan disusun menurut standar dari domisili perusahaan tersebut.
3. Laporan keuangan disusun menurut standar internasional.

Sejarah Akuntansi Intenasional
Sejarah akuntansi merupakan sejarah internasional. Kronologi berikuk ini menunjukkan bahwa akuntansi telah meraih keberhasilan besar dalam kemampuanya untuk diterapkan dari satu kondisi ke kondisi lainnya sementara di pihak lain memungkinkan timbulnya pengembangan teres-menerus dalam bidang teori dan praktik di seluruh dunla. Sebagai permulaan, sistem pembukuan berpasangan (doithfe-entru Lookkreping), yang umumnya dianggap sebagai awal penciptaaa akuntansi seperti yang kita ketahui selama ini, berawal dari negam-negah kota di Italia pida abad ke-14 dan 15.
Perkernbangannya didorong oleh pertumbuhan perdagangan intemasional di Italia Utara selama masa akhir abad pertengahan dan keinginan pemerintah untuk menemukan cara dalam mengenakan pajak terhadap transaksi komersial. ”Pembukuan Italia” kemudian berilih ke Jerman untuk membantu para pedagang pada zaman Fugger dan Kelompok Hanseatik. Pada waktu yang hampir bersamaan, para filsuf hitvis di Belanda mempertajam cara menghitung pendapatan periodik dan aparat pemerintah di Prancis menemukan keuntungan menerapkan keseluruhan sistem dalam perencanaan dan akuntabilitas pemerintah.      
Perkembangan Inggris Raya menciptakan kebutuhan yang tak terelakkan lagi bagi kepentingan komersial Inggris untuk mengelola dan mengendalikan perusahaan di daerah koloni, dan untuk pencatatan perusahaan kolonial mereka yang akan diperiksa ulang dan diverifikasi. Kebutuhan-kebutuhan mi menyebabkan tumbuhnya masyarakat akuntansi pada tshun 1850-an dan suatu profesi akuntansi publik yang terorganisasi di Skotlandia dan Inggris selama tahun 1870-an. Paktik akuntansi laggris memyebar luas tidak hanya di seluruh Amerika Utara, tetapi juga di seluruh wilayah Persemakmuran Inggris yang ada waktu itu.
Perkembangan pembukuan pencatatan berpasangan. Perkembangan tersebut meliputi hal-hal berikut ini :
1. Sekitar abad ke-16 terjadi beberapa perubahan di dalam teknik-teknik pembukuan. Perubahan yang patut dicatat adalah diperkenalkan jurnal-jurnal khusus untuk pencatatan berbagai jenis transaksi yang berbeda.
2. Pada abad ke-16 dan 17 terjadi evolusi pada praktik laporan keuangan periodik. Sebagai tambahan lagi, di abad ke-17 dan abad ke-18 terjadi evolusi pada personifikasi dari seluruh akun dan transaksi, sebagai suatu usaha untuk merasionalisasikan aturan debit dan kredit yang digunakan pada akun-akun yang tidak pasti hubungannya dan abstrak.
3. Penerapan sistem pencatatan berpasangan juga diperluas ke jenis-jenis organisasi yang lain.
4. Abad ke-17 juga mencatat terjadinya penggunaan akun-akun persediaan yang terpisah untuk jenis barang yang berbeda.
5. Dimulai dengan East India Company di abad ke-17 dan selanjutnya diikuti dengan perkembangan dari perusahaan tadi, seiring dengan revolusi industri, akuntansi mendapatkan status yang lebih baik, yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan akan akuntansi biaya, dan kepercayaan yang diberikan kepada konsep-konsep mengenai kelangsungan, periodisitas, dan akrual.
6. Metode-metode untuk pencatatan aktiva tetap mengalami evolusi pada abad ke-18.
7. Sampai dengan awal abad ke-19, depresiasi untuk aktiva tetap hanya diperhitungkan pada barang dagangan yang tidak terjual.
8. Akuntansi biaya muncul di abad ke-19 sebagai sebuah hasil dari revolusi industri.
9. Pada paruh terakhir dari abad ke-19 terjadi perkembangan pada teknik-teknik akuntansi untuk pembayaran dibayar di muka dan akrual, sebagai cara untuk memungkinkan dilakukannya perhitungan dari laba periodik.
10. Akhir abad ke-19 dan ke-20 terjadi perkembangan pada laporan dana.
11. Di abad ke-20 terjadi perkembangan pada metode-metode akuntansi untuk isu-isu kompleks, mulai dari perhitungan laba per saham, akuntansi untuk perhitungan bisnis, akuntansi untuk inflasi, sewa jangka panjang dan pensiun, sampai kepada masalah penting dari akuntansi sebagai produk baru dari rekayasa keuangan (financial engineering).

Isu-isu Akuntansi Internasional
Konsep dari akuntansi universal atau dunia adalah yang paling luas ruang lingkupnya. Konsep ini mengarahkan akuntansi internasioanal menuju formulasi dan studi atas satu kumpulan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara universal. Tujuannya adalah untuk mendapatkan satu standardisasi lengkap atas prinsip-prinsip akuntansi secara internasional.
Di dalam kerangka kerja konsep ini, akuntansi internasional dianggap sebagai sebuah sistem universal yang dapat diterapkan di semua negara. Sebuah seperangkat prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (generally accepted accounting principles-GAAP) yang diterima di seluruh dunia, seperti yang berlaku di Amerika Serikat, akan dibentuk. Praktik dan prinsip-prinsip yang dikembangkan akan dapat diberlakukan di seluruh negara. Konsep ini akan menjadi sasaran tertinggi dari suatu sistem internasional.
Konsep dari akuntansi komparatif atau akuntansi internasional mengarahkan akuntansi internasional kepada studi dan pemahaman atas perbedaan-perbedaan nasional di dalam skuntansi. Hal ini meliputi :
1. Kesadaran akan adanya keragaman internasional di dalam akuntansi perusahaan dan praktik-praktik pelaporan.
2. Pemahaman akan prinsip-prinsip dan praktik-praktik akuntansi dari masing-masing negara.
3. Kemampuan untuk menilai dampak dari beragamnya praktik-praktik akuntansi pada pelaporan keuangan.
Munculnya paradigma baru di dalam akuntansi internasional memperluas kerangka kerja dan pemikiran untuk memasukkan ide-ide baru dari akuntansi internasional. Sebagai akibatnya, terbit daftar yang sangat panjang akan konsep-konsep dan teori-teori akuntansi yang dibuat oleh Amenkhienan untuk memasukkan hal-hal sebagai berikut :
1. Teori universal atau dunia
2. Teori multinasional
3. Teori komparatif
4. Teori transaksi-transaksi internasional
5. Teori translasi
Masing-masing teori-teori di atas memberikan dasar bagi pengembangan dari sebuah kerangka kerja konseptual untuk akuntansi internasional. Meskipun akan terdapat argumentasi mengenai teori manakah yang akan lebih disukai.
PAKTA PERDAGANGAN DAN KAWASAN ASIA PASIFIK

            Dua hal yang cukup penting dalam perkembangan bisnis dan perdagangan internasional adalah munculnya beberapa pakta perdagangan dan negara – negara di kawasan Asia Pasifik sebagai kekuatan ekonomi baru.

1.      Pakta Perdagangan

a.      Uni Eropa
            Uni Eropa berdiri tanggal 1 januari 1993 dan sekarang memiliki 15 anggota. Uni Eropa bertujuan untuk mengurangi tarif dan batasan – batasan perdagangan antarnegara – negara anggota.

b.      NAFTA
            NAFTA mulai berlaku efektif tanggal 1 januari 1994, terdiri dari 3 negara anggota, yaitu Kanada, Meksiko, dan Amerika serikat. Tujuan utama NAFTA adalah menciptakan pasar terbuka di antara negara anggota. Untuk mencapai tujuan ini, semua pajak ekspor, hak impor, kuota dan pembatasan lainnya di kurangi.

2.      Kawasan Asia

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 (AEC) adalah sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN. Seluruh negara anggota ASEAN telah menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020. Dalam menghadapi persaingan yang teramat ketat selama MEA ini, negara-negara ASEAN haruslah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif.

Mengapa perlu kita memperlajari akuntasi internasonal
Setiap negara pasti mempunyai regulasi tersendiri dalam akuntasi yang digunakan untuk membatasi ruang perdagangan agar tidak terjadi kecurangan antar perusahan dengan perusahaan atau negara dengan negara yang menyebabkan kerugian pada salah satu pihak. Peraturan tersebut dibuat oleh suatu lembaga yang kompenten dan diakui oleh suatu negara.
Maka diera globalisasi perlu adanya regulasi yang tepat untuk mengatur laporan keuangan dan pengelolaan dana yang melibatkan banyak pihak , karena di abad 20 ini perdagangan tak hanya melibatkan anatar perusahaan saja tapi melibatkan antar negara. Suatu negara tak bisa membangun negara tanpa bantuan asing , salah satu pendapatan terbesar negara adalah penanaman modal asing .
Adanya pedagangan dan penanaman modal asing ini setiap negara harus menyelarasaskan regulasi yang ada dengan regulasi Internasional . Maka setiap pihak yang berkaitan dengan pengelolaan dana dan perdagang sangat perlu memperlajari akuntasi internasional.
Apalagi dalam waktu dekat kita akan berhadapan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang nantinya warga negara yang tergabung dalam ASEAN bebas melakukan perdagangan anatar negara dan berkerja. Akuntansi internasional perlu dipelajari agar tidak tercurangi atau mencurangi memberikan rasa humanis.

Rabu, 06 Januari 2016

Perkembangan Etika Bisnis & Profesi pada abad 21



Etika bisnis dapat dikatakan baru berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika dibandingkan dengan etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti etika politik, dan kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan semakin gencarnya pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama dengan hidupnya kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika bisnis perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka perilaku bisnis di Indonesia.

Disadari bahwa tuntutan dunia bisnis dan manajemen dewasa ini semakin tinggi dan keras yang mensyaratkan sikap dan pola kerja yang semakin profesional. Persaingan yang makin ketat juga juga mengharuskan pebisnis dan manajer untuk sungguh-sungguh menjadi profesional jika mereka ingin meraih sukses. Namunyang masih sangat memprihatinkan di Indonesia adalah bahwa profesi bisnis belum dianggap sebagai profesi yang luhur. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat yang menganggap bahwa bisnis adalah usaha yang kotor. Itulah sebabnya bisnis selalu mendapatkan konotasi jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor yang disimbolkan lintah darat yaitu orang yang mengeruk keuntungan secara tidak halal menghisap darah orang lain. Kesan dan sikap masyarakat seperti ini sebenarnya disebabkan oleh orang-orang bisnis itu sendiri yang memperlihatkan citra negatif tentang bisnis di masyarakat. Banyak pebisnis yang menawarkan barang tidak bermutu dengan harga tinggi, mengakibatkan citra bisnis menjadi jelek. Selain itu juga banyak pebisnis yang melakukan kolusi dan nepotisme dalam memenangkan lelang, penyuapan kepada para pejabat, pengurangan mutu untuk medapatkan laba maksimal, yang semuanya itu   merupakan bisnis a-moral dan tidak etis dan menjatuhkan citra bisnis di Indonesia.

Rusaknya citra bisnis di Indonesia tersebut juga diakibatkan adanya pandangan tentang bisnis di masyarakat kita, yaitu pandangan praktis-realistis dan bukan pandangan ideal. Pandangan praktis-realistis adalah pandangan yang bertumpu pada kenyataan yang berlaku umum dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia untuk memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Pada pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan dari bisnis adalah mencari laba. Bisnis adalah kegiatan profit making, bahkan laba dianggap sebagai satu-satunya tujuan pokok bisnis. Dasar pemikiran mereka adalah keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis itu. Tanpa keuntungan bisnis tidak mungkin berjalan. Friedman dalam De George (1986) menyatakan bahwa dalam kenyataan keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi dasar orang berbisnis. Karena orang berbisnis inginmencari keuntungan, maka orang yang tidak mau mencari keuntungan bukan tempatnya di bidang bisnis. Inilah suatu kenyataan yang tidak bisa disangkal. Lain halnya dengan pandangan ideal, yaitu melakukan kegiatan bisnis karena dilatarbelakangi oleh idealisme yang luhur.

Menurut pandangan ini bisnis adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikiran mereka adalah pertukaran timbal balik secara fair, di antara pihak-pihak yang teribat. Maka yang ingin ditegakkan adalah keadilan kumulatif dan keadilan tukarmenukar yang sebanding. Konosuke Matsushita dalam Lee dan Yoshihara (1997) yang menyatakan bahwa tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan, melainkan untuk melayani masyarakat. Sedangkan keuntungan adalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang kita lakukan. Fokus perhatian bisnis adalah memberi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kita akan memperoleh keuntungan dari pelayanan tersebut. Pandangan bisnis ideal semacam ini, bisnis yang baik selalu memiliki misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan. Misi itu adalah meningkatkan standar hidup masyarakat, dan membuat hisup manusia menjadi lebih manusiawi melalui pemenuhan kebutuhan secara etis.

Melihat pandangan bisnis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis di Indonesia masih jelek. Citra jelek tersebut disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis hanya sebagai sekedar mencari keuntungan. Tentu saja mencari keuntungan sebagaimana dikatakan di atas. Hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis hanya mencari keuntungan telah mengakibatkan perilaku yang menjurus menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengindahkan nilai-nilai manusiawi lainnya seperti adanya persaingan tidak sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan, eksploitasi buruh dan sebagainya. Keuntungan adalah hal yang baik dan perlu untuk menunjang kegiatan bisnis selanjutnya, bahkan tanpa keuntungan, misi luhur bisnis pun tidak akan tercapai. Persoalan dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihakpihak yang terkait dalam bisnis ini. Perkembangan etika bisnis di Indonesia yang demikian itu, nampaknya hingga sekarang masih jauh dari harapan.

Sejak akhir tahun 1960-an teori etika mulai membuka diri bagi topik – topik konkret dan aktual sebagai oobyek penelitiannya. Perkembangan baru ini sering di sebut “etika terapan” (Applied Ethich). Mula – mula topik ini konkret itu menyangkut ilmu – ilmu biomedis, karena itu kemajuan ilmiah menimbulkan masalah etis yang baru. Tidak lama keudian etika terapan memperluas perhatiannya ke topik – topik aktual lainnya, seperti lingkungan hidup, persenjataan nuklir, pemnggunakan tenaga nuklir pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), dan lain – lain. Etika bisnis juga sebaiknya kita lihat sebagai suatu bidang peminatan dari etika terapan. Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnispun dapat dijalankan pada tiga taraf ; taraf makro, moeso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berada untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan tiga kemungkinan yang mungkin berada untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro , etika bisnis menjadi aspek – aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan. Pada taraf meso 9madya atau menengah 0, etika bisnis menyelidiki masalah etis dibidang organisasi. Organisasi disini terutama bagi perusahaan – perusahaan, tapi bisa juga serrikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi , dan lain – lain.

Pada taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari pihak keryawan dan majikan , bawahan dan manajer, produsen dan konsumen , pemasok dan investor. Akhirnya boleh ditambahkan catatan tentang nama “etika bisnis’ di indonesia study tentang masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah bisa ditunjukan dengan nama itu, sejalan dengan kebiasaan umum dalam kawasan bahasa inggris (Business Ethics). Tetapi dalam bahasa lain terdapat banyak variasi. dalam bahasa belanda pada umumnya dipakai nama Bedrijfshethiek (etika perusahaan) dan dalam bahasa jerman Unternehmensethik (etika usaha). Cukup dekat dengan itu dalam bahasa inggris kadang – kadang dipakai Corporate Ethics (etika korporasi). Sebagaian nama yang berbeda – beda ini berkaitan dengan preferensi untuk perspetif makro, meso atau mikro yang berbeda di berbagai negara. Namun demikian, pada dasarnya semua nama ini menunjuk kepada study tentang aspek – aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis.

Perkembangan Etika Bisnis Sepanjang masalah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah lupa dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Namun demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekan sekarang. Tidak bisa disangkal juga, disini kita menghadapi suatu fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat hatian begitu besar dan insentif seperti sekarang ini. Etika selalu dikaitkan dengan bisnis, sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan wilayah – wilayah lain dalam kehidupan manusia seperti politik, keluarga, seksualitas berbagai profesi dan sebagainya. Jadi etika dalam bisnis atau etika berhubungan dengan bisnis berbicara tentang bisnis sebagai salah satu topik di samping sekian banyak topik lainnya.

Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1.       Situasi Dahulu Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.       Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.       Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.       Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.       Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.


Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986, 1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.

Orientasi Bisnis di Era Global
Gelombang globalisasi telah melanda berbagai sektor berkembang pesat berdampak luas bisnis. Kinichi Ohmae (1995) menyatakan bahwa akibat globalisasi, batas-batas antar negara menjadi tidak begitu penting lagi. Perdagangan bebas AFTA untuk negara-negara Asia tenggara yang dimulai 2003 dan APEC tahun 2020 diperkirakan akan menuntut pergeseran paradigma dalam berbisnis, yaitu bahwa dimensi etika dalam dunia bisnis menjadi salah satu kunci utama dalam berbisnis.

Globalisasi dalam berbagai bidang akan mengakibatkan semakin banyak hal-hal yang uncontrollable bagi perusahaan, bahkan oleh pemerintah sekalipun. Eksistensi bisnis tertentu di Indonesia yang selama ini karena adanya dukungan orang kuat dan hak-hak istimewa lainnya, nantinya tidak bisa menolak menghadapi tekanan internasional. Interdependensi antar negara menjadi semakin besar. Persaingan bisnis dengan aturan main yang bersifat global seperti ketentuan world trade organization (WTO) dan international standards organization (ISO) tidak bisa lagi diabaikan. Tekanan internasional seperti tentang perburuhan, human right, dan keadilan akan menjadi persyaratan dalam berbisnis.
Upaya mengembangkan praktik bisnis yang etis di Indonesia dapat dilakukan melalui berbagai cara yang elegan. Cara-cara tersebut antara lain meliputi:

1.       Mengembangkan lingkungan usaha yang etis. Menurut hasil penelitian di Korea dan Jepang, praktik bisnis yang etis sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga. Pengusaha yang berasal dari lingkungan keluarga yang tidak etis akan menghasilkan usahawan yang tidak etis pula. Etika seseorang sangat ditentukan oleh lingkungan kelauarga orang tersebut. Usahawan dari lingkungan keluarga yang baik dan moralis akan menjadi usahawan etis inti, yang diharapkan dapat menyebar kepada usahawan lain. Pemerintah dan asosiasi pengusaha dapat membantu menciptakan lingkungan usaha yang kondusif menuju peningkatan etika dan moral usaha di Indonesia.
2.       Menciptakan kredo perusahaan yang etis dan moralis. Peranan kredo perusahaan yaitu nilai-nilai falsafah perusahaan yang tercermin dalam visi dan misi bisnis akan selalu mengingatkan pimpinan perusahaan dan seluruh staf terhadap etika dan moral dalam bisnisnya.
3.       Mengembangkan etika melalui pendidikan manajemen. Pendidikan dan latihan manajemen dapat menjadi sarana yang baik dalam peningkatan etika usaha di perusahaan. Di sini perlu ditekankan bahwa pengusaha yang etis dan moralis akan dapat langgeng dalam jangka panjang.

Pada dunia bisnis, upaya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya merupakan hal yang wajar. Bahkan upaya ini akan menyemarakkan keseluruhan sistem perekonomian nasional, dalam arti keuntungan yang sebesarbesarnya didapatkan dengan melaksanakan berbagai kegiatan yang akan mempengaruhi perekonomian. Namun sayangnya dalam kenyataan upaya mendapatkan keuntungan tersebut cenderung mengabaikan etika bisnis.

Keuntungan yang besar diperoleh dengan mengorbankan faktor-faktor bisnis lainnya. Perilaku bisnis yang tidak etis untuk mendapatkan keuntungan maksimum akan berdampak sebagai berikut.
1.       Upah dan kesejahteraan karyawan menurun. Seperti diketahui bahwa salah satu ukuran yang digunakan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya adalah memaksimumkan hasil penjualan dan meminimumkan seluruh biaya perusahaan. Upaya meminimumkan biaya perusahaan antara lain dengan menekan upah tenaga kerja. Akibatnya kesejahteraan karyawan menjadi rendah dan tidak sesuai dengan kontribusi kerja yang diberikan karyawan kepada perusahaan. Keadaan tersebut telah melanggar etika bisnis.
2.       Mematikan usaha pemasok. Para pengusaha seringkali menekan harga faktor input yang diperoleh dari para pemasok. Selain itu pengusaha cenderung menunda pembayaran. Hal ini akan berakibat mematikan usaha dan mata pencaharian para pemasok. Bahkan beberapa perusahaan besar berupaya mendirikan perusahaan baru atau mengakuisisi perusahaan yang telah ada untuk menggantikan fungsi para pemasok. Keadaan tersebut melanggar etika bisnis, karena etika yang benar adalah mendorong perkembangan para pemasok yang dalam jangka panjang akan menguntungkan perusahaan yang bersangkutan.
3.       Merusak lingkungan. Untuk memaksimumkan keuntungan, masih banyak pengusaha yang cenderung menggunakan input yang yang merusak lingkungan alam. Terutama hal ini terjadi pada sektor usaha dan industri yang berorientasi pada bahan baku dari alam. Selain itu juga proses produksi yang menghasilkan limbah industri yang mencemari lingkungan. Ambisi para pengusaha ini melanggar etika bisnis karena keuntungan yang didapatkan diperoleh dengan mengorbankan lingkungan hidup. Hal ini berarti bahwa keuntungan yang diperolehnya didapat atas korban dari masyarakat lainnya.
4.       Merugikan konsumen. Akibat ambisi pengusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, masih banyak pengusaha yang merugikan konsumen, antara lain dengan menurunkan kualitas barang dan jasa yang dihasilkan di bawah standar, pengiriman barang yang lambat, dan menaikkan harga barang di atas norma-norma kewajaran. Di dalam etika bisnis hal-hal tersebut melanggar moralitas usaha. Selain itu, penyampaian output hasil usaha kepada para konsumen sering dilaksanakan melalui pedagang perantara atau pengecer untuk memperluas jaringan distribusi. Tindakan akuisisi jaringan pengecer (retailer) untuk kepentingan produsen akan membunuh pedagang eceran dan hal ini melanggar etika bisnis.
5.       Membohongi bank dan lembaga pembiayaan lain. Masih banyak para konsultan yang dalam membuat appraisal cenderung menyatakan feaseable, walaupun sebenarnya tidak demikian. Masih banyak penilai yang menaikkan nilai aset yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak kredit. Masih banyak para akuntan yang tidak jujur. Dengan hal-hal tersebut, maka bank dengan tanpa penelitian seksama memberikan kredit melebihi dari yang seharusnya. Hal inipun merupakan tindakan perusahaan yang melanggar etika bisnis.

Hal-hal di atas merupakan contoh kegiatan yang cenderung melanggar etika bisnis . namun demikian, pada saat ini tidak boleh pesimis dengan kemampuan etika dan moral sebagian pengusaha kita yang berambisi untuk bisnis yang halal dan berkah. Mereka sebagai pengusaha yang patriotik mengajak dan memperingatkan para pengusaha lainnya untuk selalu berlaku etis dan moralis. Asosiasi pengusaha seperti KADIN dapat menjadi  pendorong ke arah pelaksanaan etika dan moral usahawan yang lebih baik untuk itu perlu adanya reorientasi baru di mana para pimpinan harus memahami etika dan moral bisnis yang memadai.

Sumber :