PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penanaman modal merupakan
segala kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun
penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam
melimpah dari pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, maupun pertambangan.
Tidak serta merta sumber daya alam melimpah, dapat diambil dengan sendirinya
ataupun diolah. Perlu dibangun infrstruktur sarana prasarana dalam mengolahnya
oleh negara indonesia melalui pemerintah.
Untuk itu, timbulnnya keinginan untuk
menarik investor, yang dimulai sejak jaman orde baru hingga sekarang.
Tetapi Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter. Krisis
moneter ini diawali dengan terdefresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat. Defresiasi nilai tukar rupiah makin tajam sehingga krisis
moneter yang terjadi tersebut berlanjut menjadi krisis ekonomi yang dampaknya
terasa hingga saat ini.sehingga investor asing enggan menaruh investasinnya
lagi dan Pertumbuhan ekonomi berjalan sangat lambat.
Salah satu cara untuk
membangkitkan atau menggerakkan kembali perekonomian nasional seperti sediakala
sebelum terjadinya krisis ekonomi adalah kebijakan mengundang masuknya
investasi di Indonesia. Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini
merupakan faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan
masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan.
Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan
investor dalam menanamkan modalnya, antara lain : Pertama faktor Sumber Daya
Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas politik dan
perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor kebijakan
pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam perizinan.
Di era reformasi, sejak pemerintahan
BJ Habibie, kemudian Abdurrahman Wahid, Megawati, dan kini Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, Pemerintah justru berupaya menarik sebanyak mungkin
investasi asing melalui rentetan kunjungan kenegaraan ke luar negeri, privatisasi
BUMN, penegakkan supremasi hukum, serta revisi terhadap berbagai undang-undang
yang menyangkut bisnis dan investasi perpajakkan, ketenagakerjaan dan
seterusnya. Semua upaya ini tentu bertujuan menciptakan iklim dunia usaha dalam
negeri yang lebih kondusif demi meningkatkan capital inflow yang pada
gilirannya diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Memasuki tahun 2007,
semua indikator makro ekonomi menunjukkan semakin membaiknya iklim dunia usaha,
institusi perbankan yang kian berpeluang untuk meningkatkan penyaluran kredit,
kian meningkatnya investor confidence, dan country risk yang juga membaik,
kinerja pemerintahan yang secara umum mulai dapat dipercaya, walaupun masih ada
berbagai ketidakberesan yang perlu segera dibenahi di sektor birokrasi dan
penegakkan hukum.
Tetapi dengan masuknya perusahaan
asing ini dalam kegiatan investasi di Indonesia dimaksudkan sebagai pelengkap
untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri yang belum dapat dilaksanakan
sepenuhnya oleh pihak swasta nasional, baik karena alasan teknologi, manajemen,
maupun alasan permodalan. Modal asing juga diharapkan secara langsung maupun
tidak langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim atau kehidupan
dunia usaha dalam berbagai bidang usaha, serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya
menembus jaringan pemasaran internasional melalui jaringan yang mereka miliki.
Selanjutnya modal asing diharapkan secara langsung dapat mempercepat proses
pembangunan ekonomi Indonesia.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa peranan penanaman
modal asing bagi negara berkembang?
2. Faktor-faktor apakah
yang menyebabkan sebagian besar investor asing enggan masuk ke indonesia atau
juga enggan untuk merealisasi rencana investasi mereka yang telah disetujui
pemerintah?
3. Bagaimana eksistensi
penanaman modal asing diera otonomi daerah?
4. Bagaimanakah
penyeleseaian sengketa dalam penanaman modal asing?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui
peranan Penanaman Modal Asing (PMA) di Negara-negara berkembang.
2. Untuk mengetahui
penyebab enggannya para investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui
eksistensi penanaman modal asing di era otonomi daerah.
4. Untuk mengetahui
penyelesaian sengketa penanaman modal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING
Dalam literatur ekonomi makro,
investasi asing dapat dilakukan dalam bentuk, yaitu investasi portofolio dan
investasi langsung atau foreign direct investment (FDI). Investasi
portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga
seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung yang dikenal dengan
Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun,
membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
Secara yuridis mengenai Penanaman
Modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal menyatakan bahwa:
“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam
modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan
dengan penanam modal dalam negeri .”
Di dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal ini, jika diadakan perbandingan dari investasi
portofolio dengan Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan,
diantaranya sifatnya permanen (jangka panjang), banyak memberikan andil dalam
alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru.
Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat
terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja. Sedangkan,
dalam investasi portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang menerbitkan
surat berharga (emiten), belum tentu akan sanggup untuk membuka lapangan kerja
baru di dalam Negara tujuan investasi.
Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk
memperluas usahanya atau membuka usaha baru yang hal ini berarti membuka
lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk
memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk membayar utang bank. Selain
itu proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan manajemen.
B.
PERANAN PENANAMAN MODAL ASING BAGI NEGARA SEDANG BERKEMBANG
Secara garis besar,
penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang
seperti negara Indonesia dapat diperinci menjadi lima hal yaitu :
Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang
berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur
produksi dan perdagangan.
Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi
struktural.
Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural
benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif.
Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun
industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat
membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik
elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya.
Selama ini investor domestik di
negara sedang berkembang yang enggan melakukan usaha yang beresiko tinggi
seperti eksploitasi sumber-sumber daya alam yang belum dimanfaatkan dan membuka
lahan-lahan baru, maka hadirnya investor asing akan sangat mendukung merintis
usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya pengadaan prasarana negara, pendirian
industri-industri baru, pemanfaatan sumber-sumber baru, pembukaan daerah-daerah
baru, akan membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja.
Sehingga tekanan pendudukan pada tanah pertanian berkurang dan pengangguran
dapat diatasi. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya kehadiran
investor asing. Adanya transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat
menjadi terampil, sehingga meningkatkan marginal produktifitasnya, akhirnya
akan meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini menunjukkan bahwa modal
asing cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja tenaga kerja Negara
tujuan penanaman modal dan pendapatan nasional.
Dengan demikian, kehadiran PMA
bagi negara sedang berkembang sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan
ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, pembangunan modal dan
menciptakan kesempatan kerja, serta keterampilan teknik. Melalui modal asing
terbuka daerah-daerah dan tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada
tahap perintisan juga tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha
setempat untuk bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem neraca
pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara
dan swasta domestic dari negara tuan rumah atau yang sering disebut host country.
Penanaman modal asing di Indonesia
tidak terlepas dari cita-cita hukum ekonomi Indonesia yaitu menggagas dan
menyiapkan konsep hukum tentang kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi yang
diharapkan adalah kehidupan ekonomi berbangsa dan bernegara yang rakyatnya
memiliki kesejahteraan dalam keadilan sosial, sebagaimana yang dicita-citakan
Pancasila dan Indonesia sebagai negara berdaulat sekaligus sebagai negara
berkembang mempunyai pola tertentu terhadap konsep hukum dalam kegiatan
ekonomi, meliputi konsep pencapaian masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila, Konsep ekonomi kekeluargaan yang Pancasilais, konsep ekonomi
kerakyatan untuk membela kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, peranan PMA di
Indonesia cukup mendukung juga perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan
konsep hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi Indonesia. Dan
untuk mendukung investasi di Indonesia maka perlu pembentukan hukum ekonomi
dengan perangkat peraturan membutuhkan kajian yang bersifat komprehensif dan pendekatan
secara makro dengan informasi yang akurat demi multidisipliner dari berbagai
aspek antara lain :
a. Ekonomi dan social.
b. Sosiologis dan budaya.
c. Kebutuhan-kebutuhan dasae dan pembangunan.
d. Praktis dan operasional dan kebutuhan kedepan.
e. Moral dan etika bisnis yang berlaku dalam konsep
kelayakan dan kepatutan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan yang beradab.
C.
KENDALA INVESTASI ASING DI NEGARA INDONESIA
Secara teoritis ada beberapa teori yang mencoba
menjelaskan mengapa investor-investor dari negara-negara maju ke negara-negara
berkembang yakni, The Product Cycle Theory dan The Industrial Organization
Theory of Vertical Organization. The Product Cyrcle Theory yang
dikembangkan oleh Raymond Vermon ini menyatakan bahwa setiap teknologi atau
produk berevolusi melalui tiga fase : Pertama fase permulaan atau inovasi,
kedua fase perkembangan proses dan ketiga fase standardisasi. Dalam setiap fase
tersebut sebagai tipe perekonomian negara memiliki keuntungan komparatif (Comparative
advantage). The Industrial Organization Theory of Vertical Integration
merupakan teori yang paling tepat untuk diterapkan pada new multinasionalism
dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal. Pendekatan teori ini
berawal dari penambahan biaya-biaya untuk melakukan bisnis diluar negeri
(dengan investasi) harus mencakup biaya-biaya lain yang harus dipikul lebih
banyak daripada biaya yang diperuntukkan hanya untuk sekedar mengekspor dari
pabrik-pabrik dalam negeri. Oleh karena itu perusahaan itu harus memiliki
beberapa kompensasi atau keunggulan spesifik bagi perusahaan seperti keahlian
teknis manajerial keadaan ekonomi yang memungkinkan adanya monopoli.
Menurut
teori ini, investasi dilakukan dengan cara integrasi secara vertikal yakni
dengan penempatan beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi yang
berbeda-beda di seluruh dunia. Motivasi utamanya adalah untuk mendapatkan
keuntungan berupa biaya produksi yang rendah, manfaat pajak lokal dan
lain-lain. Di samping itu motivasi yang lain adalah untuk membuat rintangan
perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain, artinya dengan investasinya di
luar negeri ini berarti perusahaan-perusahaan multinasional tersebut telah
merintangi persaingan-persaingan dari negara lain sehingga monopoli dapat
dipertahankan. Motif utama modal internasional baik yang bersifat investasi
modal asing langsung (foreign direct investment) maupun investasi
portofolio adalah untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara
sendiri melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem
perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik. Untuk
menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara dipengaruhi oleh beberapa
faktor : Iklim investasi yang kondusif dan Prospek pengembangan di negara
penerima modal.
Dilihat dari kedua faktor di atas, maka tampaknya arus modal asing justru lebih banyak mengalir ke negara-negara maju daripada ke negara-negara berkembang. Aliran modal ke negara-negara berkembang masih dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
a.Tingkat perkembangan ekonomi Negara penerima modal.
Dilihat dari kedua faktor di atas, maka tampaknya arus modal asing justru lebih banyak mengalir ke negara-negara maju daripada ke negara-negara berkembang. Aliran modal ke negara-negara berkembang masih dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
a.Tingkat perkembangan ekonomi Negara penerima modal.
b.Stabilitas
politik yang memadai.
c.Tersedianya
sarana dan prasarana yang diperlukan investor.
d. Aliran
modal cenderung mengalir ke Negara-negara dengan tingkat pendapatan per kapita
yang tinggi.
Adanya keengganan masuknya investasi asing dan adanya indikasi relokasi
investasi ke negara lain disebabkan karena tidak kondusifnya iklim investasi di
Indonesia dewasa ini.
Apabila ditinjau dari Undang-Undang Penanaman Modal,
sudah dapat dikatakan bahwa Undang-undang tersebut mencakup semua aspek
penting, seperti pelayanan, koordinasi, fasilitas, hak dan kewajiban investor,
ketenagakerjaan, dan sector-sektor yang dapat dimasuki investor. Hal tersebut
diupayakan secara maksimal agar terjad peningkatan investasi di Indonesia dari
sisi pemerintah dan kepastian berinvestasi dari sisi pengusaha/investor.
Beberapa poin penting dalam Undang-Undang Penanaman
Modal, diantaranya adalah pada bab I pasal 1 Nomer 10 terkait pelayanan terpadu
satu pintu. Yang artinya bahwa system pelayanan tersebut diharapkan dapat
mengakomodasi keinginan investor/pengusaha untuk memperoleh pelayanan yang
lebih efisien, mudah, dan cepat. Sehingga bagi manca Negara yang ingin berinvestasi
disebuah wilayah Indonesia, tidak perlu lagi menunggu dengan waktu yang lama
untuk memperoleh izin berinvestasi di Indonesia, bahkan tidak perlu lagi
mengeluarkan biaya pajak maupun pungutan lain akibat panjangnya jalur
birokrasi.
Kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan
berusaha bagi penanam modal yang terdapat dalam pasal 4 Nomer 2b, belum
sepenuhnya terlaksana. Hasil studi LPEM-FEUI (2001) menunjukkan bahwa masalah
yang dihadapi pengusaha dalam melakukan investasi di Indonesia selain persoalan
birokrasi, ketidakpastian biaya investasi yang harus dikeluarkan serta
perubahan peraturan pemerintah daerah yang tidak jelas atau muncul tiba-tiba,
juga kondisi keamanan, social dan politik Indonesia. Bahkan, World Economic
Forum (2007), menunjukkan dari 131 negara, Indonesia berada dalam urutan
ke-93 mengenai perlindungan bisnis.
Kendala perijinan penanaman modal di Indonesia, juga
menjadi penghambat. Karena izin investasi tidak dapat dilihat sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket dengan izin-izin
lain yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha dan
menentukan untung-ruginya suatu usaha. Misalnya di sector perhotelan, jumlah
izin yang diperlukan mencapai 37 buah, karena setiap bagian dari hotel harus
memiliki izin khusus dari departemen yang terkait. Kondisi perizinan penanaman
modal yang rumit ini, seringkali membuat para penanam modal membatalkan niatnya
untuk berinvestasi di Indonesia. Meskipun pelayanan terpadu satu pintu sudah
diterapkan.
Hasil survey World Economic Forum (WEF) tahun
2007 menunjukkan, bahwa 8.5% dari jumlah pengusaha di Indonesia yang menjadi
responden mengatakan bahwa permasalahan utama mereka adalah peraturan
ketenagakerjaan yang restriktif, 10.7% mengeluhkan ketidakstabilan kebijakan,
dan 16.1% mempermasalahkan birokrasi yang tidak efisien.
Khusus masalah birokrasi, yang tercerminkan oleh
antara lain prosedur administrasi dalam mengurus investasi seperti perizinan,
peraturan atau persyaratan lainnya yang berbelit-belit dan langkah prosedurnya
yang tidak jelas. Hal ini merupakan masalah klasik yang membuat investor enggan
berinvestasi di Indonesia. Sehingga permalahan ini menjadi kendala tertinggi
penanaman modal asing di Indonesia. Masalah ini bukan hanya membuat banyak
waktu yang terbuang, tetapi besarnya biaya yang harus ditanggung oleh pengusaha
atau calon investor. Diantara Negara-negara ASEAN, hasil survey WEF menunjukkan
Indonesia berada pada posisi ke-3 setelah Singapura dengan birokrasi yang
paling efisien atau biaya birokrasi paling murah (tidak hanya di ASEAN tetapi
juga dunia menurut versi WEF) dan Malaysia.
D.
PENANAMAN MODAL ASING DI ERA OTONOMI DAERAH
Sejak pelaksanaan otonomi daerah,
pemerintah pusat mengeluarkan keppres khusus mengenai penanaman modal karena
banyaknya kendala yang dihadapi oleh para investor yang ingin membuka usaha di
daerah, khususnya yang berkaitan dengan proses pemgurusan izin usaha. Terkait
masalah birokrasi yang berbelit-belit, kemudian diperparah dengan banyaknya
peraturan pemerintah atau keputusan presiden tidak dapat berjalan efektif
karena adanya tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang semuanya merasa paling berkepentingan atas penanaman modal di
daerah. Dalam kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah baik ditingkat
provinsi, kabupaten, kota diberikan kewenangan dalam bidang penanaman modal.
Hal itulah yang mendasari munculnya keppres tersebut.
Sebelum pelaksanaan otonomi daerah,
pengurusan izin usaha dilakukan oleh BKPM untuk pemerintah pusat dan BKPMD
untuk pemerintah daerah. Namun setelah otonomi daerah, terjadi ketidakjelasan
mengenai pengurusan izin usaha/investasi, juga terjadi tarik-menarik antara
kegiatan BKPM dengan BKPMD serta instansi-instansi pemerintah daerah lainnya
yang menangani kegiatan investasi. Sejak penerapan otonomi daerah hingga kini
banyak pemberitaan di media massa yang menunjukkan bahwa disejumlah daerah
kewenangan penanaman modal digabung dengan dinas perindustrian dan perdagangan,
atau bagian perekonomian. Ada beberapa daerah yang membentuk suatu dinas khusus
untuk mengurus penanaman modal. Banyak kabupaten/kota bahkan yang sangat serius
dalam menciptakan iklim berinvestasi yang kondusif dengan membentuk kantor
pelayanan satu atap. Di Jepara dan Yogyakarta misalnya, menurut majalah Swasembada
(2004), dengan system satu atap ini surat perizinan usaha dapat diperoleh dalam
waktu rata-rata 5 hari hingga 1 minggu. Tetapi sayangnya masih lebih banyak
daerah yang belum mapu merumuskan kebijakan atau regulasi sendiri, sehingga
masih terikat dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanaman modal.
Hasil survey LPEM-FEUI tahun 2001
menunjukkan bahwa menurut responden Pemda, lama waktu pengurusan izin usaha
baru apabila semua persyaratan dipenuhi dapat dikeluarkan paling lama dalam 3
bulan. Sementara itu, dari sisi pelaku usaha, waktu yang diperlukan untuk
mengurus izin usaha baru adalah antar 1-3 bulan (44%), dan antara 3-6 bulan
(21.5%).
Dari realita tersebut, ada baiknya
pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam menyederhanakan
proses perizinan penanaman modal di daerah. Alaupun ada seumlah daerah seperti
Jepara dan Yogyakarta telah berhasil membuat pelayanan satu atap, namun masih
banyak lagi daerah yang bahkan sama sekali tidak tahu bagaimana memulai
pembangunan satu atap. Juga di daerah-daerah yang sama sekali tidak ada
kesamaan visi dari lembaga-lembaga pemerintah, ditambah lagi tidak ada
keseriusan dari Bupati, sangat sulit diharapkan daerah-daerah tersebut dapat
membangun pelayanan satu atap.
E.
PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL
Undang-undang penanaman modal juga
mengatur mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal. Aturan tersebut
terdapat dalam bab XV pasal 32. Pasal tersebut berbunyi:
1)
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah
dengan penenam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa
tersebut melalui mufakat.
2)
Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau
alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3)
Dalam hal terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan
penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut
melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian
sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut
akan dilakukan di pengadilan.
4)
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal asing, para pihak akan
menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus
disepakati oleh para pihak.
Kompetensi absolute arbitrase untuk
menyelesakan suatu perkara bergantung pada perjanjian arbitrase yang dibuat
oleh para pihak. Ada dua bentuk perjanjian arbitrase, yakni factum de
compromitendo dan akta kompronis.
Di dalam factum de compromitendo,
para pihak yang membuat kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin
timbul melalui forum arbitrase. Perjanjian arbitrase ini melekat pada suatu
perjanjian yang dibuat para pihak, seperti perjanjian usaha patungan dan
keagenan. Oleh karena ia merupakan bagian dari suatu perjanjian tertentu, maka
ia disebut sebagai klausul arbitrase.
Pada saat mereka mengikatkan diri
dan menyetujui klausul arbitrase sama sekali belum terjadi sengketa atau
perselisihan. Klausul arbitrase dipersiapkan untuk mengantisipasi perselisihan
yang mungkin timbul pada waktu yang akan dating. Jadi, sebelum terjadi
perselisihan para pihak telah bersepakat dan mengikatkan diri untuk
menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase.
Bentuk perjanjian yang kedua adalah
akta kompronis atau compromise settlement (perdamaian yang dicapai di
luar pengadilan). Akta kompronis ini dibuat setelah timbul perselisihan antara
para pihak. Setelah para pihak mengadakan perjanjian, dan perjanjian sudah
berjalan, kemudian timbul perselisihan. Sebelumnya, baik dalam perjanjian yang
bersangkutan ataupun akta tersendiri, tidak diadakan perjanjian arbitrase.
Dalam kasus seperti ini, apabilapara pihak menghendaki agar perselisihan
diselesailkan malalui forum arbitrase, mereka dapat membuat perjanjian untuk
itu.
Dewasa ini sudah ada pengaturan yang
tegas berkaitan dengan kompetensi absolute arbitrase. Pengaturan tersebut
terdapat dalam Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan undang-undang ini arbitrase di Indonesia
memiliki kedudukan dan kewenangan yang semakin jelas dan kuat.
Pasal 3 Undang-Undang No 30 Tahun
1999 menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berhak untuk mengadili sengketa
para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
Dengan demikian, pengadilan tidak
berwenang untuk mencampuri suatu sengketa bilamana dicantumkan sebuah klausul
arbitrase dalam suatu kontrak. Tujuan arbitrase sebagai alternative bagi
penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan menjadi sia-sia manakala
pengadilan masih bersedia memeriksa sengketa yang sejak semula disepakati
diselesaikan melalui arbitrase.
Larangan campur tangan pengadilan
itu hanya untuk menegaskan bahwa arbitrase adalah sebuah lembaga yang
independen. Sehingga pengadilan wajib untuk menghormati lembaga arbitrase.
Meskipun arbitrase merupakan suatu lembaga independen yang terpisah dari
pengadilan, tidak berarti bahwa tidak ada kaitan erat diantara keduanya.
Lembaga arbitrase membutuhkan dan bergantung pada pengadilan, misalnya dalam
pelaksanaan putusan arbitrase
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Peranan penanaman modal asing
terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi
lima, yaitu : Pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan
oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti
dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat
berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural.
Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan
struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih
produktif. Kelima, bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu
memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal
asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat
mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya. Peranan PMA di
Indonesia cukup mendukung juga perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan konsep
hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi Indonesia.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya,
antara lain :
a) Faktor Sumber Daya Alam, seperti
tersedianya hasil hutan, bahan tambang, gas dan minyak bumi maupun iklim dan
letak geografis serta kebudayaan.
b) Faktor Sumber Daya Manusia, dalam
hal ini berkaitan dengan tenaga kerja siap pakai.
c) Faktor stabilitas politik dan
perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha.
d) Faktor kebijakan pemerintah,
kebijakan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang diambil oleh
Pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi.
e) Faktor kemudahan dalam peizinan,
dalam rangka meningkatkan investasi di daerah, maka faktor perizinan perlu
diperhatikan
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut
di atas, menjadi penyebab sebagian besar investor asing enggan masuk ke
Indonesia atau enggan merealisasikan rencana investasi mereka yang telah
disetujui oleh pemerintah serta terjadinya relokasi industri ke negara lain
yang berakibat adanya capital flight yang besar.
Banyak faktor yang menyebabkan
timbulnya keengganan masuknya investasi asing ke Indonesia. Faktor-faktor yang
dapat menjadi pendukung masuknya arus investasi ke sebuah negara, seperti
jaminan keamanan, stabilitas politik, dan kepastian hukum, yang tampaknya
menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Ketidakkonsistenan
penegakkan hukum masih menjadi faktor penghambat daya tarik Indonesia bagi
investasi asing. Bahkan kebijakan otonomi daerah menjadi permasalahan baru
dalam kegiatan investasi di beberapa daerah di Indonesia.
B.
SARAN
o
Indonesia
harus bisa membenahi terlebih dahulu sistem politik dan hukum agar para
investor akan lebih banyak yang tertarik untuk menginvestasi di Indonesia.
o
Tidak
mempersulit para investor dengan peraturan – peraturan yang menyebabkan mereka
tidak mau berinvestasi.
o
Meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusianya dengan memberikan pelatihan – pelatihan tentang
industrilialisasi.
o
Jangan
selalu menjadi pekerjanya saja tapi cobalah untuk menjadi seseorang yang
mengendalikan para pekerja dari luar.
o
Memperbaiki
infrastruktur yang dapat dimanfaatkan bagi para investor maupun para
pekerjanya.
o
Perusahaan
memberikan asuransi jiwa pada para pekerjanya. Sehingga mereka terlindungi
dalam pekerjaannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Curry, Jeffry Edmund. 2001, Memahami
Ekonomi Internasional, Memahami Dinamika Pasar Global, Penerbit PPM,
Jakarta
Dirdjosisworo, Soedjono. 1999, Hukum
Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, cetakan Pertama, CV.
Mandar Maju
Hartono, Sri Redjeki. 2007, Hukum
Ekonomi Indonesia, cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang
Hollis B, Chenery dan Carter,
Nicholas G. 1973, Foreign Assistance and Development Performance, 1960-1970,
American Economic Review, vol 63, No.2, Mei 1973
Jatmika, Sidik. 2001, Otonomi
Daerah, Perspektif Hubungan Internasional, Biagraf Liberty, Yogyakarta.
Kartadjoemana, H.S. 1996, GATT
DAN WTO, Sistem, Forum dan Lembaga Internasional dibidang Perdagangan,
cetakan Pertama, Universitas Indonesia
Rajagukguk, Erman, et.al. 1995, Hukum Investasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok
Rajagukguk, Erman, et.al. 1995, Hukum Investasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok
Tulus Tahi Hamonangan Tambunan, Dkk.
2007, Jurnal Hukum Dan Bisnis Volume 24-No 4 Tahun 2007. ISSN: 0852/4912.
Yayasan Pemgembangan Hukum Bisnis: Jakarta.
Referensi
Nama
Kelompok :
Bakti
Ramanda (21212354)
Dana
Achmadi (21212664)
Hamzah
Mutakin (23212274)
Suradharma
D.P (27212204)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar